Senin, 24 September 2012

OBJEK KAJIAN, ALAT UCAP, DAN KLASIFIKASI BUNYI BAHASA


OBJEK KAJIAN, ALAT UCAP, DAN KLASIFIKASI BUNYI BAHASA

A.  Objek Kajian Fonetik
Bahasa merupakan suatu sitem lambang bunyi yang arbitrer yang dipakai oleh manusia untuk tujuan komunikasi. Hal ini merupakan fenomena yang menggabungkan 2 dunia, yakni dunia maknanya dan dunia bunyi. Bahasa mempunyai tiga subsistem yaitu subsistem fonologis, subsistem gramatikal, dan subsistem leksikal. Ketiga subsistem tersebut berhubungan dengan aspek-aspek semantis. Hubungan ketiga subsistem bahasa tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini.


Subsistem fonologis yang meliputi unsur bunyi bahasa yang berhubungan dengan unsur artikuloris, akustis, dan auditoris dikaji oleh fonetik ; unsur bunyi bahasa yang yang meliputi kata, bagian kata (morfem), dan proses pembentukan kata dikaji oleh morfologi; sedangkan susunan kata yang berupa frasa, klausa, kalimat, dan wacana dikaji oleh sintaksis. Subsistem leksikal yang meliputi kosakata(leksikon) dikaji oleh leksikologi. Subsistem fonologi,gramatikal,dan leksikal berhubungan denan asfek-asfek semantis atau makna dikaji oleh semantik.

Batasan dan Kajian Fonologi
Istilah fonologi berasal dari bahasa Yunani phone =’bunyi’, logos=’ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ‘ilmu bunyi’. Fonologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi, baik yang diucapkan (etik,parole), maupun yang masih dalam pikiran ( emik,langue). Objek kajian fonologi yang pertama disebut bunyi bahasa (fon) disebut tata bunyi(fonetik). Adapun yang mengkaji fonem disebut tata fonem (fonemik).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji dan mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya, dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.
Objek garapan fonologi meliputi dua macam yaitu (1) fonetik dan (2) fonemik.


Batasan Fonetik
Istilah fonetik berasal dari bahasa Inggris phonetics  artinya ‘ ilmu yang mengkaji bunyi-bunyi tanpa memperhatikan fungsinya untuk membedakan arti (Verhaar,1982:12;Marsono,1989:1). Menurut Sudaryanto (1974:1), fonetik mengkaji bunyi bahasa dari sudut ucapan (parole).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fonetik merupakan cabang fonologi yang mengkaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa dari sudut ucapan, bagaimana cara membentuknya sehingga menjadi getaran udara dan dapat diterima oleh pendengaran.
Jenis Fonetik 
Berdasarkan sudut pandang bunyi bahasa, fonetik dapat dibagi menjadi 3 macam, yakni : (1) fonetik organis, (2) fonetik akustis, dan (3) fonetik auditoris (Bloch dan Trager, 1942:11;Verhaar 1982:12).
1.      Fonetik Organis
Fonetik Organis (artikulatoris,fisiologis) yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskrifsikan mekanisme alat-alat ucap manusia dalam menghasilkan bunyi bahasa (Gleason, 1955:239). Jadi fonetik organis ini mendeskripsikan cara membentuk dan mengucapkan bunyi bahasa, serta pembagian bunyi bahasa berdasrkan artikulasinya. Fonetik ini sebagian besar termasuk ke dalam bidang garapan linguistik. Oleh sebab itu, para linguis memasukannya pada bidang linguistik teoretis.
2.      Fonetik Akustis
Fonetik akustis yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa berdasarkan pada asfek-asfek fisiknya sebagai getaran udara (Malmberg, 1963:5). Bunyi bahasa dikaji frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, beserta timbrenya.
3.      Fonetik Auditoris
Fonetik auditoris yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan cara mekanisme pendengaran penerimaan bunyi-bunyi bahasa sebagai getaran udara ( Bronstein dan Jacoby, 1967:70-72). Fonetik auditoris  ini sebagian besar termasuk pada bidang neurologi (kedokteran), atau merupakan ilmu antardisiplin antara linguistik dan kedokteran.

Ada sebuah pendekatan ketika kita menganalisis bunyi bahasa. Pendekatan tersebut disebut pendekatan parametris. Pendekatan ini memandang ucapan sebagai sistem fisiologis tunggal yang variabel-variabel artikulasinya berada dalam saluran bunyi yang terus berubah dan saling melengkapi.

B.     Terjadinya Bunyi Dan Alat Ucap
Seperti yang sudah disebutkan, bahwa fonetik (artikulatoris) mengkaji cara membentuk bunyi-bunyi bahasa. Adapun sumber kakuatan utama untuk membentuk bunyi bahasa yaitu udara yang keluar dari paru-paru. Udara tersebut dihisap ke dalam paru-paru, kemudian dikeluarkan ketika bernafas. Ketika udara keluar dari paru-paru melalui tenggorokan, ada yang mendapat hambatan ada yang tidak mendapat hambatan.
Proses membentuk dan mengucapkan bunyi berlangsung dalam suatu kontinuum. Menurut analisis bunyi fungsional, arus bunyi yang kontinuum tersebut bisa dikategorisasikan berdasarkan segmen tertentu. Walaupun denikian, ada pula bunyi yang tidak dapat dikategorisasikan menjadi segmen-segmen tertentu yang disebut bunyi suprasegmental. Oleh sebab itu, bunyi bahasa dapat dibagi menjadi :
(1)   Bunyi segmental dan
(2)   Bunyi suprasegmental.
Proses terbentuknya bunyi bahasa secara garis besarnya terbagi atas 4 macam, yakni: (1) Proses keluarnya bunyi dari paru-paru,
(2) Proses fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan,
(3) Proses artikulasi yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator dan,
(4) Proses oro-nasal, proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung (ladefoged, 1973: 2-3).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUyPIrsgRpxHcK2o6q9My5O4-7dmnbPuN05upJcYbEI7A52ympklkAYbaLm87YCVBS_8yePdQI1mB08EWwqKkjjfHGBhX0gQMhsjiULK5Eyu3ty4TDX1xXjAEQN_B1QdGxudjw5lXDm4E/s1600/fonologi.jpg
Terjadinya Bunyi:
1.      Sumber energi utama terjadinya bunyi bunyi bahasa adalah adanya udara dari paru-paru.
2.      Udara dihirup ke dalam paru-paru kemudian dihembuskan keluar bersama-sama waktu sedang bernapas.
3.      Udara yang dihembuskan (atau dihirup untuk sebagaian kecil bunyi bahasa) mendapat hambatan di berbagai tempat alat-alat bicara dengan berbagai cara sehingga terjadi bunyi bahasa.
4.      Tempat atau alat bicara yang dilewati diantaranya batang tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan, rongga mulut, rongga hidung.
5.      Pada waktu udara mengalir keluar pita suara harus dalam keadaan terbuka.
6.      Jika udara tidak mengalami hambatan pada alat bicara, bunyi bahasa tidak akan terjadi.
7.      Syarat terjadinya bunyi bahasa secara garis besar.

Alat ucap :
1.      Paru-paru (lungs)
2.      Batang tenggorok (trachea)
3.      Pangkal tenggorok (larynx)
4.      Pita-pita suara (vocal cords)
5.      Krikoid (cricoid)
6.      Tiroid (thyroid/lekum)
7.      Aritenoid (arythenoids)
8.      Dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx)
9.      Epiglotis (epiglottis)
10.  Akar lidah (root of the tongue)
11.  Punggung lidah/ pangkal lidah (dorsum)
12.  Tengah lidah (medium)
13.  Daun lidah (lamina)
14.  Ujung lidah (apex)
15.  Anak tekak (uvula)
16.  Langit-langit lunak (velum)
17.  Langit-langit keras (palatum)
18.  Gusi dalam/ ceruk gigi (alveolae)
19.  Gigi atas (denta)
20.  Gigi bawah (denta)
21.  Bibir atas (labia)
22.  Bibir bawah (labia)
23.  Mulut
24.  Rongga mulut (oral cavity)
25.  Rongga hidung (nasal cavity)

a.    Paru-paru (Lungs)
Paru-paru berfungsi untuk bernafas. Bernafas terdiri atas dua proses, yakni: (1) Proses menghisap udara ke paru-paru, yang berupa oksigen (O2); dan (2) Proses mengeluarkan udara dari paru-paru, yang berupa karbondioksida (CO2).
Selama hidup, manusia senantiasa menghisap dan mengeluarkan uadara. Dengan demikian, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan udara yang menjadi sumber terbentuk bunyi bahasa (Pike, 1974).
b.   Pangkal Tenggorokan (Larynx)
Pangkal tenggorokan adalah rongga di ujung saluran pernapasan. Pangkal tenggorokan ini terdiri atas empat komponen, yakni: (1) tulang rawan krikoid, (2) tulang rawan Aritenoid, (3) sepasang pita suara, dan (4) tulang rawan tiroid (Malmberg, 1963:22).
Tenggorokan (larynx), rongga anak tekak (pharinx), pita suara (vokal cords), dan anak tekak (uvula). Tenggorokan berfungsi untuk mengeluarkan udara dari paru-paru, rongga tersebut dapat membuka atau menutup. Jika rongga tenggorokan membuka akan membentuk bunyi vokal, sebaliknya jika rongga tenggorokan menutup akan membentuk bunyi konsonan. Tentu saja, fungsi pita suara sangat penting dalam menghasilkan bunyi. Uraian mengenai fungsi pita suara dijelaskan di bawah ini.
c.    Rongga Anak Tekak (Pharynx)
Rongga anak tekak ada di antara pangkal tenggorokan dan rongga mulut dan rongga hidung. Gunanya sebagai saluran udara yang akan bergetar bersama sama dengan pita suara. Adapun bunyi yang dihasilkannya disebut bunyi faringal.
d.   Pita suara (Vokal Cords)
Bunyi yang dihasilkan pita suara diatur oleh sistem otot aritenoid. Pita suara bagian depan mengait pada tulang rawan tiroid. Adapun pita suara bagian belakang mengait pada tulang rawan Aritenoid. Pita suara dapat membuka luas atau menutup, fungsinya sebagai katup yang ngatur jalannya udara dari paru-paru ketika melalui tenggorokan.
Akibat membuka dan menutup pita suara, akan memunculkan rongga di antara pita suara yang disebut glotis. Posisi glotis ada empat macam, yakni: membuka lebar, membuka, menutup, dan menutup rapat. Proses bergetarnya pita suara tersebut disebut proses fonasi. Proses teresebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Proses membuka-Nutupnya Glotis
Posisi Glotis akan mempengaruhi pola terbentuknya bunyi bahasa. Jika posisi glotis membuka akan menghasilkan bunyi tak bersuara. Sebaliknya, jika posisi glotis menutup akan menghasilkan bunyi bersuara. Di bawah ini dijelaskan posisi pita suara ketika membentuk bunyi bahasa.

1.      Posisi pita suara ketika bernafas
Ketika bernafas, pita suara membuka lebar sehingga udara yang keluar dari paru-paru melalui tenggorokan tidak ada yang menghalangi. Posisi pita suara seperti ini umumnya menghasilkan bunyi vokal, bunyi [h p,t,s k].
2.       Posisi pita suara bergetar
Jika pita suara bergetar, bagian atasnya membuka sedikit sehingga membentuk bunyi [b,d,g,m,r]. Jika pita suara tidak bergetar, akan menghasilkan bunyi [p,t,c,k,f,h,s].
3.      Posisi pita suara ketika ngengucapkan bunyi glotal
Ketika ngucapkan konsonan glotal, pita suara menutup sehingga bunyi yang melalui tenggorokanberhenti sejenak, dan menghasilkan bunyi hamzah [?].
4.      Posisi pita suara ketika berbisik
Posisi pita suara ketika berbisik, bagian bawahnya menutup sedikit, udara yang keluarnya pun berkurang sehingga bunyi–bunyi bahasa tersebut tidak jelas terdengarnya.

Macam-macam Posisi Glotis
e.    Langit-langit Lunak (Velum) dan Anak tekak (Uvula)
Langit-langit lunak (velum) beserta bagian ujungnya yaitu anak tekak (uvula) dalam menghasilkan bunyi bahasa, dapat turun atau naik. Ketika bernafas normal, langit-langit lunak dan anak tekak tersebut turun, sehingga udara dapat leluasa melalui hidung, termasuk ketika membentuk bunyi nasal. Ketika menghasilkan bunyi nonnasal, langit-langit lunak dan anak tekak naik menutup rongga hidung. Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh langit-langit lunak disebut bunyi velar. Adapun bunyi yang dihasilkan dengan hambatan anak tekak disebut bunyi uvular.
f.       Langit-langit Keras (Palatum)
Langit-langit keras merupakan susunan tulang-belulang. Bagian depannya mulai dari langit-langit cekung ka atas, kemudian diikuti oleh bagian belakang yang lunak. Menghasilkan bunyi bahasa, langit-langit keras menjadi artikulator pasif. Adapun artikulator aktifnya ialah ujung lidah dan tengah lidah.  Bunyi yang dihasilkan oleh langit-langit keras disebut bunyi palatal, sedangkan bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah (apex) disebut bunyi apical. Bunyi yang dihasilkan oleh tengah lidah (medium) disebut bunyi medial. Bunyi-bunyi tersebut biasa digabungkan menjadi apikopalatal dan medio-palatal (Bloch & Trager, 1942:15).
g.    Gusi (Alveolum)
Gusi merupakan tempat tumbuhnya gigi. Gusi dapat disebut daerah kaki gigi. Dalam membentuk bunyi bahasa, lidah merupakan titik artikulasi, sedangkan articulator aktifnya ialah ujung lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh gusi disebut bunyi alveolar. Selain itu, gusi dapat bersama-sama dengan daun lidah (lamina) membentuk bunyi bahasa, sehingga menghasilkan bunyi laminal. Gabungan kedua bunyi tersebut disebut bunyi lamino-alveolar.
h.   Gigi (Dentum)
Gigi terbagi dua, yaitu gigi atas dan gigi bawah. Ketika membentuk bunyi bahasa, gigi yang berperan penting yaitu gigi atas. Gigi atas biasanya bersama-sama dengan bibir baeah atau ujung lidah. Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh gigi atas dan gigi bawah disebut bunyi dental, bunyi bahasa yang dihasilkan oleh gigi atas dan bibir bawah disebut labio-dental. Adapun bunyi bahasa yang terbentuk oleh gigi atas dan ujung lidah disebut bunyi apiko-dental.
i.      Bibir (labium)
Bibir dibagi menjadi dua bagian, yaitu bibir atas dan bibir bawah. Ketika membentuk bunyi bahasa, bibir atas berfungsi sebagai articulator pasif bersama-sama dengan bibir bawah yang menjadi articulator aktif. Bunyi yang dihasilkan oleh dua bibir disebut bunyi bilabial.

C.    Klasifikasi Bunyi Bahasa
Bunyi bahasa dapat dikategorisasikan menjadi :
1.      Vokal, konsonan, dan semivokal (Jones, 1958:12)
2.      Nasal dan oral (Hyman, 1974: Bab 2)
3.      Panjang dan pendek (Jones, 1958:136)
4.      Keras dan lunak (Malmberg, 1963:51-52)
5.      Tunggal dan rangkap (Jones, 1958:22)
6.      Egresif dan ingresif (Ladefoged, 1973:23)
7.      Geminate dan homorgan (Robins, 1980:Bab 8)
1.      Vokal, Konsonan, dan Semivokal
Menurut Jones (1958: 12) bunyi bahasa terbagi atas tiga macam, yaitu vokal, konsonan dan semivokal. Pembagian ini berdasar pada ada tidaknya hambatan (proses artikulasi) dalam alat ucap. Hambatan dalam pita suara tidak pernah disebut artikulasi.
Vokal, konsonan, dan semivokal merupakan jenis bunyi yang dibedakan berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara. Semivokal biasa dimasukkan ke dalam konsonan. Karena itu, bunyi bunyi segmental lazim dibedakan atas bunyi vokal dan bunyi konsonan.
Bunyi vokal adalah bunyi yang arus udaranya tidak mengalami rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi. Hambatan untuk bunyi vokal hanya pada pita suara saja. Hambatan pada pita suara tidak lazim disebut artikulasi. Karena vokal dihasilkan dengan hambatan pita suara maka pita suara bergetar. Posisi glotis dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali. Dengan demikian, semua vokal termasuk bunyi bersuara.
Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi. Proses hambatan atau artikulasi ini dapat disertai dengan bergetarnya pita suara, sehingga terbentuk bunyi konsonan bersuara. Jika artikulasi itu tidak disertai dengan bergetarnya pita suara, glotis dalam dalam keadaan terbuka akan menghasilkan konsonan tak bersuara.
Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tapi karena pada saat diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. Bunyi semivokal dapat disebut semikonsonan, namun istilah ini jarang dipakai.

2.      Bunyi Nasal dan Oral
Bunyi nasal atau sengau dibedakan dari bunyi oral berdasarkan jalan keluarnya arus udara. Bunyi nasal dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui rongga mulut, tetapi membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga hidung. Penutupan arus udara ke luar rongga mulut dapat terjadi :
a.       Antara kedua bibir, misalnya bunyi (m)
b.      Antara ujung lidah dan ceruk, hasilnya bunyi (n)
c.       Antara pangkal lidah dan langit-langit lunak, hasilnya bunyi (ŋ)
d.      Antara ujung lidah dan langt-langit keras, hasilnya bunyi (ň)
Bunyi oral dihasilkan dengan jalan mengangkut ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung sehingga arus udara dari paru-paru keluar melalui mulut. Selain bunyi nasal, semua bunyi vokal dan konsonan bahasa Indonesia termasuk bunyi oral.

3.      Bunyi Keras dan Lunak
Kategorisasi bunyi keras (fortis) dan bunyi lunak (lenis) dobedakan berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara pada waktu bunyi itu diartikulasikan (Malmberg, 1963:51-52). Bunyi bahasa disebut keras apabila pada waktu diartikulasikan disertai ketegangan kekuatan arus udara. Sebaliknya, apabila pada waktu diartikulasikan tidak disertai ketgangan kekuatan arus udara, bunyi itu disebut lunak.
Dalam bahasa Indonesia terdapat kedua jenis bunyi tersebut. Baik bunyi keras maupun bunyi lunak dapat berupa vokal dan konsonan seperti diuraikan berikut ini :
·         Bunyi keras :
1.      Bunyi letup tak bersuara : (p, t, c, k)
2.      Bunyi geseran tak bersuara : (s)
3.      Bunyi vokal : (Ə)
·         Bunyi lunak :
1.      Bunyi letup bersuara : (b, d, j, g)
2.      Bunyi geseran bersuara : (Z)
3.      Bunyi nasal : (m, n, ň, ŋ)
4.      Bunyi likuida : (r, l)
5.      Bunyi semi-vokal : (w, y)
6.      Bunyi vokal : (i, e, o, u)

4.      Bunyi Panjang dan Pendek
Bunyi panjang dibedakan dari bunyi pendek berdasarkan lamanya bunyi tersebut diucapkan atau diartikulasikan. Vokal dan konsonan dapat dibedakan atas bunyi panjangdan pendek (Jones, 1958:136)
Tanda bunyi panjang biasanya menggunakan tanda garis pendek di atas suatu bunyi atau menggunakan tanda titik dia disebelah kanannya, contohnya : (a) panjang ditulis (ă) atau (a:).

5.    Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring
Bunyi nyaring dibedakan dari bunyi tak nyaring berdasarkan kenyaringan bunyi pada waktu terdengar oleh telinga. Pembedaan bunyi berdasarkan derajat kenyaringan itu merupakan tinjauan fonetik auditoris. Derajat kenyaringan itu sendiri ditentukan oleh luas sempitnya atau besar kecilnya ruang resonansi pada waktu bunyi itu diucapkan. Makin luas ruang resonansinya, makin rendah derajat kenyaringannya.

6.    Bunyi Tunggal dan Rangkap
Bunyi tunggal dibedakan dari bunyi rangkap berdasarkan perwujudannya dalam suku kata. Bunyi tunggal adalah sebuah bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku kata, sedangkan bunyi rangkap adalah dua bunyi atau lebih yang bergabung dalam satu suku kata. Semua bunyi vokal dan konsonan adalah bunyi vokal. Bunyi vokal disebut juga munoftong.
Bunyi rangkap dapat berupa diftong maupun klaster. Diftong, yang lazim disebut vokal rangkap, dibentuk apabila keadaan posisi lidah sewaktu mengucapkan bunyi vokal yang satu dengan bunyi vokal yang lainnya saling berbeda (Jones, 1958:22). Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat diftong (oi), (al), dan (aU).
Klaster, yang lazim disebut gugus konsonan, dibentuk apabila cara artikulasi atau tempat artikulasi dari kedua konsonan yang diucapkan saling berbeda. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat gugus (pr), (str), dan (dr).

7.    Bunyi Egresif dan Ingresif
Bunyi egresif dan ingresif dibedakan berdasarkan arus udara. Bunyi egresif dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru, sedangkan bunyi ingresif dibentuk dengan cara menghisap udara kedalam paru-paru. Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif.
·      Bunyi egresif dibedakan lagi atas bunyi egresif pulmonik dan bunyi egresif glotalik.
-        Egresif pulmonik dibentuk dengan cara mengecilkan rongga paru-paru oleh otot paru-paru, otot perut, dan rongga dada. Hampir semua bunyi bahasa Indonesia dibentuk melalui egresif pulmonik.
-        Egresif glotalik dibentuk dengan cara merapatkan pitas suara sehingga gloatis dalam keadaan tertutup sama sekali. Bunyi egresif glotalik disebut juga bunyi ejektif, yang ditandai dengan tanda apostrof, contohnya (p’,t’,k’,s’), contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa-bahasa Kaukasus, Indian, dan Afrika (Ladefoged, 1973:25).
·         Bunyi ingresif dibedakan atas bunyi ingresif glotalik dan bunyi ingresif velarik.
-     Ingresif glotalik memiliki kemiripan dengan cara pembentukan bunyi egresif glotalik, hanya arus udara yang berbeda. Dibentuk dengan cara menghisap udara dan merapatkan pita suara sehingga glotis menutup. Adapun bunyi yang dihasilkan disebut implosive, yang ditandai dengan tanda melengkung ke sebelah kanan, contohnya (b,d,g). Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa Sindhi, Swahili, Marwari, Ngadha, dan Sawu (Ladefoged, 1973:26).
-        Ingresif velarik dibentuk dengan cara menghisap udara dan menaikkan pangkal lidah dalam langit-langit lunak; bersama-sama dengan merapatkan bibir; begitu pula, ujung lidah dirapatkan ke dalam gigi/gusi. Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa Khoisa, Xhosa, dan Zulu (Ladefoged, 1973:28-30).

8.    Geminatn dan Homorgan
Germinat yaitu rentetan artikulasi yang sama (identik), sehingga menimbulkan ucapan panjang dalam bunyi tersebut, contohnya: Allah dan Assalamualaikum. Adapun yang disebut Homorgan yaitu bunyi-bunyi bahasa yang terbentuk oleh alat dan daerah artikulasi yang sama. Contohnya, konsonan alveolar: (t), (d), dan (n): konsonan bilabial (p), (b), dan (m): konsonan palatal (c), (j), (n) (band. Robins, 1980, bab 8).

1 komentar: